Kerajaan Sriwijaya merupakan
salah satu kerajaan yang pernah besar dan jaya di Indonesia. Kerajaan ini juga
disebut negara nasional pertama karena pada masa kejayaannya, daerahnya
meliputi Indonesia bagian barat, Semenanjung Malaya, Siam bagian selatan,
sebagian Filipina, dan Brunei Darussalam di Pulau Kalimantan. Selain itu,
berdasarkan temuan peninggalannya dapat diketahui daerah yang tunduk dengan Sriwijaya misalnya
prasasti Karang Berahi di Jambi, prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka dan Candi
Muara Takus di Riau.
Sedangkan mengenai pusat
pemerintahan, G. Coedes memperkirakan Sriwijaya berada di Palembang. Namun,
beberapa ahli mempunyai pendapat lain, seperti r.C. Majumdar (Pulau Jawa dan
selanjutnya Ligor). H.G Quatrich Wales (Chaiya atau Perak), J.I. Moens (berawal
di Kedah dan berpindah di Muara Takus), Soekmono (Jambi) dan Boechari di Mukha
Upang, Palembang.
Faktor-faktor pendorong
perkembangan Kerajaan Sriwijaya:
- Letaknya yang strategis di Selat Malaka yang
merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional
- Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan
Cina melintasi selat Malaka sehingga membawa keuntungan yang besar bagi
Sriwijaya
- Keruntuhan Kerajaan Funan. Kerajaan Funan
memegang peranan penting dalam percaturan politik di Asia Tenggara selama
kurang lebih 6 abad. Setelah kerajaan ini runtuh, Sriwijaya menggantikan
kedudukannya.
Bukti-Bukti Sejarah
Nama Sriwijaya sudah terkenal
dalam perdagangan internasional. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya
berbagai sumber yang menerangkan mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya,
seperti di bawah ini.
- Dari berita Arab diketahui bahwa pedagang Arab
melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya, bahkan di sekitar Sriwijaya
ditemukan peninggalan bekas perkampungan orang Arab.
- Dari berita India diketahui bahwa Kerajaan
Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan Kerjaan India, seperti Nalanda dan
Colamandala bahkan Kerajaan Nalanda mendirikan prasasti yang menerangkan tentang
Sriwijaya.
- Dari berita Cina diketahui bahwa para pedagang
Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya sebelum melanjutkan perjalanan ke
India dan Arab. Berita Cina juga menyebutkan pada abad ke-7 di Sumatera telah
ada beberapa kerajaan, antara lain Kerajaan Tulang Bawang di Sumatera Selatan,
Melayu di Jambi, dan Sriwijaya. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya ini dapat
diperoleh informasinya, misalnya, dari cerita pendeta Buddha dari Tiongkok,
I-tsing. Pada tahun 671, ia berangkat dari Kanton ke India, kemudian singgah
terlebih dahulu di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar tata bahasa
Sanskerta. Pada tahun 685, dia kembali ke Sriwijaya dan menetap selama empat
tahun untuk menerjemahkan berbagai kitab suci Buddha dari bahasa Sanskerta ke
bahasa Tionghoa. Karena dalam kenyataannya, dia tidak dapat menyelesaikan
sendiri pekerjaan itu, maka pada tahun 689, dia pergi ke Kanton untuk mencari
pembantu dan segera kembali lagi ke Sriwijaya. Selanjutnya, baru pada tahun
695, I-tsing pulang ke Tiongkok
Prasasti-prasasti dari Kerajaan
Sriwijaya sebagai berikut:
- Prasasti Kedukan Bukit.. Prasasti ini
ditemukan di tepi Sungai Talang, dekat Palembang. Isinya antara lain
menerangkan seseorang bernama Dapunta Hyang yang menngadakan perjalanan suci (siddhayatna) dengan menggunakan perahu.
Ia berangkat dari Minangaratamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang
- Prasasti Talang Tuwo.. Prasasti Talang
Tuwo ditemukan di sebelah barat kota Palembang di daerah Talang Tuwo. Prasasti
ini berisi 14 baris tulisan dalam bahasa Melayu Kuno da ditulus dengan huruf
Pallawa. Isinya tentang pembuatan taman (kebun) Sriksetra atas perintah Punta
Hyang Sri Jayanasa dengan tujuan untuk kemakmuran semua makhluk. Di samping
itu, ada juga doa dan harapan yang jelas menunjukkan sifat agama Hindu
- Prasasti Kota Kapur. Prasasti Kota
Kapur ditemukan di Pulau Bangka. Isinya adalah permintaan kepada para dewa
untuk menjaga kedatuan Sriwijaya dan mengjukum setiap orang yang bermaksud
jahat.
- Prasasti Telaga Batu. Di Telaga Batu,
dekat Palembang ditemukan sebuah prasasti berbahasa Melayu Kuno dan berhuruf
Pallawa. Prasasti ini tidak ada angka tahunnya dan isinya tentang
kutukan-kutukan yang sangat seram kepada siapa saja yang melakukan kejahatan
dan tidak taat kepada perintah-perintah raja.
- Prasasti Karang Berahi. Prasasti Karang
Berahi ditemukan di Jambi. Isi prasasti ini sama dengan isi Prasasti Kota
Kapur. Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda.
- Prasasti Ligor. Prasasti Ligor
berangka tahun 775 dan ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu.
Beberapa prasasti Sriwijaya
menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno. Dalam Prasasti Nalanda
disebutkan bahwa Balaputradewa dari Swarnadwipa (nama lain dari Pulau Sumatera)
mengajukan permintaan kepada Raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan
biara bagi para mahasiswa/pendeta Sriwijaya yang belajar di sana. Balaputradewa
adalah putra dari Samaragrawira/Samaratungga dari Dinasti Syailendra yang
memerintah di Jawa Tengah tahun 812 – 624 M.
Sejak abad ke-7, Kerajaan
Sriwijaya sudah menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. I- tsing
seorang musyafir Cina, menerangkan bahwa pendeta-pendeta Cina datang ke
Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta dan menyalin kitab-kitab suci agama
Buddha. Antara tahun 1011 – 1023 M datanglah pendeta dari Tibet bernama Attisa
untuk belajar agama Buddha kepada Guru Besar Sriwijaya bernama Dharmakirti.
Sakyakirti seorang guru besar Sriwijaya yang lain menuliskan buku berjudul
Hastadandasastra.
Letak Sriwijaya strategis membawa
keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian, letaknya yang strategis juga
dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab
kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut:
- Adanya
serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M. Pada waktu itu yang berkuasa di
Sriwijaya Raja Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi
telah melemahkan Sriwijaya.
-
Adanya
serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
Serangan ini dilakukan pada tahun 1023 dan 1030 ditujukan ke Semenanjung
Malaka. Serangan ini berhasil menawan Raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan
pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu Rajendracoladewa.
- Munculnya
Kerajaan Islam, Samudera Pasai yang mengambil alih pamor Sriwijaya
- Adanya
serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah
Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit
Beberapa faktor penyebab lain
mundurnya Kerajaan Sriwijaya di antaranya adalah sebagai berikut.
- Faktor geografis, berupa perubahan letak
Kerajaan Sriwijaya. Perubahan ini erat kaitannya dengan pengendapan lumpur
Sungai Musi yang mengakibatkan letak ibu kota Kerajaa Sriwijaya tidak lagi
dekat dengan pantai. Akibatnya ibu kota Sriwijaya kurang diminati lagi oleh
pedagang internasional.
- Lemahnya kontrol pemerintahan pusat sehingga
banyak daerah yang melepaskan diri
- Berkembangnya kekuatan politik di Jawa dan
India. Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala
tahun 1017 dan 1025. Pada tahun 1025, serangan itu diulangi sehingga Raja
Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan
Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singosari melakukan ekspedisi
Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu lepas dari kekuasaan Sriwijaya.
Akhir dari Kerajaan Sriwijaya terjadi saat armada laut Majapahit menyerang
Sriwijaya tahun 1377.