Saturday, 30 September 2017

Aspek-aspek Penilaian Pembelajaran pada Ranah Kognitif

Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
  1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge). Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
  2.  Pemahaman (comprehension). Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
  3.  Penerapan (application). Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman. Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
  4. Analisis (analysis). Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
  5. Sintesis (syntesis). Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
  6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation). Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada. Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kedisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.

http://meldasyahputri.blogspot.co.id/2015/11/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan.html

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dalam Kerangka KBK

Pengertian Penelitian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas adalah suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan data dan informasi tentang hasil belajar peserta didik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Tujuan dan Fungsi Penilaian Berbasis Kelas
Tujuan umum penilaian berbasis kelas adalah untuk memberikan penghargaan terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik dan memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran.
Fungsi penilaian berbasis kelas bagi peserta didik dan guru adalah untuk :
  1. Membantu peserta didik dalam mewujudkan dirinya dengan mengubah atau mengembangkan perilakunya kea rah yang lebih baik dan maju.
  2. Membantu peserta didik mendapat kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya.
  3. Membantu guru menetapkan apakah strategi, metode, dan media mengajar yang digunakannya telah memadai.
  4. Membantu guru dalam membuat pertimbangan dan keputusan administrasi.
Obyek Penilaian Berbasis Kelas
Sesuai dengan petunjuk pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, maka obyek penilaian berbasis kelas adalah:
  1. Penilaian kompetensi dasar mata pelajaran, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subjek mata pelajaran tertentu.
  2. Penilaian kompetensi Rumpun pelajaran, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang seharusnya dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan rumpun pelajaran.
  3. Penilaian kompetensi lintas kurikulum, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang mencakup kecakapan belajar sepanjang hayat dan kecakapan hidup yang harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan.
  4. Penilaian kompetensi tamatan, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang tertentu.
  5. Penilaian terhada pencapaian keterampilan hidup. Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui berbagai pengalaman belajar perlu dinilai sejauh mana kesesuaiannya dengan kebutuhan mereka untuk dapat bertahan dan berkembang dalam lingkungan kehidupannya. Jenis kecakapan hidup yang perlu dinilai, antara lain keterampilan diri (keterampilan personal), keterampilan berpikir rasional, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.
Manfaat Hasil Penilaian Berbasis Kelas
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002) dalam dokumen “Kurikulum Berbasis Kompetensi” mengemukakan hasil penilaian berbasis kelas berguna untuk:
  1. Umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kemampuan dan kekurangannya, sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya;
  2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remidiasi untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya;
  3. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki  program pembelajarannya di kelas;
  4. Memungkinkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
  5. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada orang tua dan masyarakat tentang efektibitas pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan peran sertanya di bidang pendidikan.
Jenis-Jenis Penilaian Berbasis Kelas.
Sumarna Surapranata dan Muhammad Hatta (2004) mengemukakan jenis-jenis penilaian berbasis kelas, yaitu :
(1).    Tes Tertulis
(2).    Tes Perbuatan
(3).    Pemberian Tugas
(4).    Penilaian Proyek
(5).    Penilaian Produk
(6).    Penilaian Sikap
(7).    Penilaian Portofolio
Selanjutnya, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002) mengemukakan sperangkat alat penilaian dan jenis tagihan yang dapat digunakan dalam Penilaian Berbasis Kelas, antara lain: “kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, ulangan kenaikan, laporan kerja praktik atau laporan praktikum, dan response atau ujian praktik”.

Domain dan Alat Penilaian Berbasis Kelas
Ditinjau dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai, domain yang perlu dinilai meliputi :

  1. Domain Kognitif yang meliputi:
    1. Tingkatan hafalan, mencakup kemampuan menghafal verbal atau menghafal paraphrase materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip dan prosedur.
    2. Tingkatan pemahaman, meliputi kemampuan membandingkan, mengidentifikasi karakteristik, menggeneralisasi, dan menyimpulkan.
    3. Tingkatan aplikasi, mencakup kemampuan menerapkan rumus, dalil atau prinsi terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan.
    4. Tingkatan analisis meliputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan, memerinci, mengurai suatu objek.
    5. Tingkatan sintetis meliputi kemampuan memadukan berbagai unsur atau komponen, menyusun, membentuk bangunan, mengarang, melukis, menggambar, dan sebagainya.
    6. Tingkatan evaluasi/penilaian mencakup kemampuan menilai terhadap objek studi dengan menggunakan kriteria tertentu.

  1. Domain Psikomotor yang meliputi:
    1. Tingkatan penguasaan gerakan awal berisi kemampuan peserta didik dalam menggerakkan sebagian anggota badan.
    2. Tingkatan gerakan semirutin meliputi kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan.
    3. Tingkatan gerakan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan secara menyeluruh dengan sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis.
  2. Domain Afektif yang meliputi:
    1. Memberikan respons atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya
    2. Menikmati atau menerima nilai, norma, serta objek yang mempunyai nilai etika dan estetika.
    3. Menilai (valuating) dijintau dari segi baik-buruk, adil-tidak adil, indah-tidak indah terhadap objek studi.
    4. Menerapkan atau mempraktikkan nilai, norma, etika, dan estetika dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Pengantar: Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran



PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik, tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Pentingnya diketahui hasil ini karena ia dapat menjadi salah satu patron bagi pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dia lakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Artinya, apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian pula sebaliknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran.      Dalam makalah ini hanya dibicarakan masalah konsep dasar evaluasi hasil belajar meskipun dalam pembicaraan tentang evaluasi hasil belajar ini juga disinggung masalah konsep dasar evaluasi pembelajaran. Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.

1.2  Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian evaluasi pembelajaran?
2.        Bagaimana kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan?
3.        Apa syarat umum evaluasi?
4.        Bagaimana evaluasi hasil belajar?
5.        Bagaimana evaluasi pembelajaran?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Evaluation yang artinya penilaian. Evaluasi memiliki banyak arti yang berbeda, menurut Wang dan Brown dalam buku yang berjudul Essentials of Educational Evaluation , dikatakan bahwa “Evaluation refer to the act or process to determining the value of something”, artinya “evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu”. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation). Kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.

2.2 Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia, dimana di dalamnya terjadi proses membudayakan dan memberadabkan manusia. Transformasi dalam proses pendidikan adalah proses untuk membudayakan dan memberadabkan siswa. Unsur-unsur transformasi proses pendidikan, meliputi :
1)      Pendidik dan personal lainnya
2)      Isi pendidikan
3)      Teknik
4)      Sistem evaluasi
5)      Sarana pendidikan, dan
6)      Sistem administrasi.
Keluaran dalam proses pendidikan adalah siswa yang semakin berbudaya dan beradab sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Umpan balik dalam proses pendidikan adalah segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses.

2.3 Syarat-Syarat Umum Evaluasi
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses pendidikan terurai berikut ini:

1.        Kesahihan
Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Dapat diterjemahkan pula sebagai kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument evaluasi atau tes, dan tidak terhadap instrument itu sendiri (Gronlund, 1985:57). Kesahihan juga dapat dikatakan lebih menekankan pada hasil/ perolehan evaluasi, bukan pada kegiatan evaluasinya.
Kesahihan instrument evaluasi diperoleh melalui hasil pengalaman. Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam kesahihan yang terdiri dari:
ü  kesahihan isi (content validation)
ü  kepentingan konstruksi (construction validity)
ü  kesahihan ada sekarang (concurrent validity), dan
ü  kesahihan prediksi (prediction validity) (Arikunto, 1990:64).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi meliputi:
  • Faktor instrumen evaluasi itu sendiri
  • Faktor-faktor administrasi evaluasi dan penskoran juga merupakan faktor-faktor yang mempunyai suatu pengaruh yang menganggu kesahihan interpretasi hasil evaluasi
  • Faktor-faktor dalam respons-respons siswa merupakan faktor-faktor yang lebih banyak mempengaruhi kesahihan daripada faktor yang ada instrumental evaluasi atau pengadministrasiannya.
2.        Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat (Arikunto, 1990:81). Keterandalan menunjukan kepada konsistensi (keajegan) pengukuran yakni bagaimanakah keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari pengukuran yang satu ke pengukuran yang lain. Juga berhubungan erat dengan kesahihan, karena keterandalan menyediakan (Arikunto, 1990: 81; Gronlund, 1985:87). Tidak selalu menjamin bahwa hasil evaluasi yang andal (reliable) akan selalu menjawab bahawa hasil evaluasi sahih (valid).
Untuk memperjelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan akan diuraikan berikut ini:
1)        Panjang tes (length of test)
Tes ini dilakukan dengan tidak banyak menebak, maka keterandalan hasil evaluasi semakin tinggi
2)        Sebaran skor (spread of scores)
Karena koefisien keterlandan yang lebih besar dihasilkan pada saat orang perorang tetap pada posisi yang relative sama dalam satu kelompok dari satu pengujian ke pengujian lainnya, itu berarti selisih yang dimungkinkan dari perubahan posisi dalam kelompok juga menyumbang memperbesar koefisien keterandalan
3)        Tingkat kesulitan tes (difficulty of tes)
Tes acuan norma (norm reference test). Tingkat kesulitan tes yang ideal untuk meningkatkan koefisien keterandalan adalah tes yang menghasilkan sebaran skor berbentuk atau kurva normal
4)        Objektivitas (objectivity)
Objektivitas suatu tes menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh siswa satu dengan siswa yang lain) memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes
Uraian faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan yang disadur dari Groundlund (1985 : 100-104) mencakup juga faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan yang dikemukakan oleh Arikunto.
3.        Kepraktisan
Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yanga da pada instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi/memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrument evaluasi meliputi:
1)        Kemudahan mengadministrasi
2)        Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi
3)        Kemudahan menskor
4)        Kemudahan interpretasi dan aplikasi
5)        Tersedianya bentuk instrument evaluasi yang ekuivalen

2.4  Evaluasi Hasil Belajar
1.        Fungsi dan Tujuan Hasil Belajar
Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau symbol. Apabila tujuan utamanya kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan dan ditujukan untuk keperluan berikut ini:
  • Untuk diagnostic dan pengembangan
  • Untuk seleksi
  • Untuk kenaikan kelas
  • Untuk penempatan.
2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar
Ranah tujuan pendidikan adalah berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik (Davies, 1986:97; Jarolimek dan Foster, 1981:1981; 148). Taksonomi tujuan ranah kognitif dikemukakan oleh Bloom (1956), merupakan hal yang amat penting diketahui oleh guru sebelum melaksanakan evaluasi. Ranah afektif dari taksonomi tujuan pendidikan dikemukakan pada tahun 1964 oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia. Taksonomi tujuan pendidikan ranah psikomotorik dikemukakan oleh Harrow pada tahun 1972.
3. Prosedur Evaluasi Hasil Belajar
Berdasarkan pengertian evaluasi hasil belajar kita mendapatkan bahwa hasil belajar merupakan suatu proses yang sistematis. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing tahapan prosedur evaluasi hasil belajar.
1)        Persiapan
Pada tahapan persiapan ini terdapat tiga kegiatan yang harus dilakukan evaluator, yakni :
Ø  Menetapkan pertimbangan dan keputusan yang dibutuhkan
Ø  Menggambarkan informasi yang dibutuhkan, dan
Ø  Menetapkan informasi yang sudah tersedia
2)        Penyusunan Insrumen Evaluasi
Berikut ini akan diuraikan prosedur penyusunan alat penilaian secara garis besar.
Prosedur yang perlu ditempuh untuk menyusun alat penilaian tes adalah sebagai berikut:
Ø  Menentukan bentuk tes yang akan disusun, bentuk tes ada dua yakni tes objektif dan tes esai (tes subjektif)
Ø  Membuat kisi-kisi butir soal, terdiri dari ruang lingkup isi pelajaran, proposi jumlah item dan tiap-tiap sub-isi pelajaran, aspek intelekttual, dan bentuk soal
Ø  Menulis butir soal, yakni kegiatan yang dilaksanakan evaluator setelah membuat kisi-kisi soal.
3)        Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran untuk teknik tes maupun teknik non tes hampir sama, oleh karena itu akan diuraikan pelaksanaan secara umum. Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran adalah sebagai berikut:
Ø  Persiapan tempat pelaksanaan pengukuran, yakni suatu kegiatan untuk mempersiapkan ruangan yang memenuhi syarat-syarat pelaksanaan pengukuran yang meliputi syarat penerangan, luas ruangan, dan tingkat kebisingan
Ø  Melancarkan pengukuran
Ø  Menata dan mengadministrasikan lembar soal dan lembar jawaban siswa untuk memudahkan penskoran.
4)        Pengolahan Hasil penilaian
Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan penilaian inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil penilaian. Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :
Ø  Menskor, yakni kegiatan memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (siswa)
Ø  Mengubah skor mentah menjadi skor standar
Ø  Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai.
5)        Penafsiran Hasil Penilaian
Penafsiran terhadap hasil penilaian individual dapat kita bedakan menjadi dua, yakni penafsiran yang bersifat individual dan penafsiran yang bersifat klasikan (Nurkancana, 1986: 113). Penafsiran hasil penilaian yang bersifat individual yakni penafsiran terhadap keadaan/kondisi seorang siswa berdasarkan perolehan penilaian hasil belajarnya.
Ada tiga jenis penafsiran penilaian hasil belajar yang bersifat individual, yakni :
Ø  Penafsiran tentang tingkat kesiapan, yakni tentang kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran yang berikutnya untuk naik kelas atau untuk lulus
Ø  Penafsiran tentang kelemahan individual yakni tentang kelemahan seorang siswa pada subtes tertentu, pada suatau mata pelajaran atau keseluruhan mata pelajaran
Ø  Penafsiran tentang kemajuan belajar individual yakni tentang kemajuan seoarang siswa pada satu periode pembelajaran atau pada satu periode kelas atau pada satu periode sekolah.
Adapun penafsiran yang bersifat klasikal terdiri dari :
Ø  Penafsiran tentang kelemahan-kelemahan kelas
Ø  Penafsiran tentang prestasi kelas
Ø  Penafsiran tentang perbandingan anatarkelas
Ø  Penafsiran tentang susunan kelas.
6)        Pelaporan dan Penggunaan Hasil Evaluasi
Pelaporan ini dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang perlu memperoleh laporan tentang hasil belajar siswa adalah seperti siswa, guru yang mengajar, guru lain, petugas lain di sekolah, orang tua siswa, dan pemakai lulusan (Arikunto, 1990:289). Secara umum dapat ditandai bahwa penggunaan hasil evaluasi meliputi:
a)      Untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan seoarang siswa yang terlibat dalam evaluasi hasil belajar tersebut
b)      Untuk mengadakan diagnosis dan remedial terhadap siswa yang membutuhkan
c)      Untuk menentukan perlu tidaknya suatu penyajian isi pelajaran/ sub-isi pelajaran ternteu diulang
d)     Untuk menentukan pengelompokkan dan penempatan dan penempatan pada siswa
e)      Untuk membuat laporan hasil belajar

2.5  Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran. Pembahasan evaluasi pembelajaran dalam uraian berikut ini akan dibatasi pada fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran, sasaran evaluasi pembelajaran, dan prosedur evaluasi pembelajaran.

1.        Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran.
Sejumlah informasi atau data yang diperoleh melalui evaluasi pembelajaran inilah yang kemudian difungsikan dan ditujukan untuk pengembangan pembelajaran dan akreditasi.
1)        Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan.
Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan pembelajaran dilaksanakan apabila hasil kegiatan evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran.
2)        Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk akreditasi
Pengertian akreditasi sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sekolah swasta untuk menentukan peringkat pengakuan pemerintah pengakuan pemerintah terhadap sekolah tersebut (Arikunto, 1990 : 186). Juga dapat diartikan sebagai suatu proses dengan mana suatu program atau institusi (lembaga) diakui sebagai badan yang sesuai dengan beberapa standar yang telah disetujui (Scravia B. Anderson dalam Arikunto, 1990 : 186).
Ada berbagai aspek yang dinilai dalam menentukan akreditasi suatu lembaga pendidikan, salah satu aspek/komponen yang dinilai sebagai pembelajaran.
2. Sasaran Evaluasi Pembelajaran
Sasaran evaluasi pembelajaran adalah aspek-aspek yang terkandung dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian sasaran evaluasi pembelajaran meliputi tujuan pengajaran, unsur dinamis pembelajaran, pelaksanan pembelajaran, dan kurikulum.
a)        Tujuan pembelajaran
Hal-hal yang perlu dievaluasi pada tujuan pengajaran adalah penjabaran tujuan pengajaran, rumusan tujuan pengajaran, dan unsure-unsur-unsur tujuan pengajaran.
Penjabaran dimulai dari tujuan pengajaran tertinggi sampai tujuan pengajaran yang terendah seringkali disebut hieraki tujuan. Tujuan pengajaran yang tertinggi adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan umum pengajaran, dan terakhir tujuan khusus pengajaran, semakin kebawah semakin rinci unsur-unsur yang ada dirumusan tersebut.
b)        Unsur dinamis pembelajaran
Yang dimaksud dengan unsur dinamis pembelajaran adalah sumber belajar atau komponen sistem instruksional yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Sumber belajar meliputi: pesan orang, bahan, alat, teknik, dan latar (AECT, 1986 : 2).
Sumber-sumber belajar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sumber belajar yang dirancang (by design) yakni sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen pembelajaran untuk memberikan kemudahan /fasilitas belajar yang terarah dan bersifat normal, dan sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yakni sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan diterapkan, dan digunakan untuk keperluan belajar (AECT, 1986 : 9).
Sumber belajar disebut unsur dinamis pembelajaran karena setiap perubahan yang terjadi pada salah satu sumber belajar akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada kegiatan pembelajaran. Pesan dapat diartikan sebagai informasi yang disampaikan oleh sumber belajar atau komponen sistem instruksional yang lain dan berbentuk gagasan, fakta, ,makna dan data (AECT, 1986:195).
Orang sebagai sumber belajar adalah orang bertindak sebagai penyimpanan dan atau penyalur pesan (AECT, 1986 : 10). Bahan adalah barang-barang (lazim disebut perangkat lunak) yang biasanya berisikan pesan untuk disampaikan dengan menggunakan peralatan, kadang-kadang bahan itu sendiri sudah merupakan bentuk penyajian (AECT, 1986 : 10). Alat merupakan barang-barang (lazim disebut perangkat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terdapat dalam bahan (AECT, 1986 : 10). Teknik adalah prosedur atau langkah-langkah tertentu dalam menggunakan bahan, alat, tata tempat, dan orang untuk menyampaikan pesan (AECT, 1986 : 10) Latar merupakan sumber belajar berupa lingkungan tempat pesan diterima oleh siswa ( AECT, 1986 : 10).
Adanya interaksi antara sumber sebagai unsur dinamis pembelajaran dengan siswa akan mewujudkan pelaksanaan pembelajaran.
c)        Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran diartikan sebagai interaksi antara sumber belajar dengan siswa. Sasarn evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran secara lebih terperinci diantaranya adalah:
ü  Kesesuaian pesan dengan tujuan pengajaran
ü  Kesesuaian sekuensi penyajian pesan kepada siswa
ü  Kesesuaian bahan dan alat dengan pesan dan tujuan pengajaran
ü  Kemampuan guru menggunakan bahan dan alat dalam pembelajaran
ü  Kemampuan guru menggunakan teknik pembelajaran
ü  Kesesuaian teknik pembelajaran dengan pesan dan tujuan pengajaran
ü  Interaksi siswa dengan siswa lain
ü  Interaksi guru dengan siswa.
d)       Kurikulum
Kurikulum dipandang sebagai rencana tertulis yakni seperangkat komponen pembelajaran yang diuraikan secara tertulis pada bahan tercetak atau buku. Kurikulum sebagai sasaran evaluasi pembelajaran akan meliputi:
  • Tersedianya dan sekaligus kelengkapan komponen kurikulum
  • Pemahaman terhadap prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
  • Pemahaman terhadap tujuan kelembagaan atau tujuan institusional sekolah
  • Pemahaman terhadap strukur program kurikulum
  • Pemahaman terhadap GBPP
  • Pemahaman terhadap teknik pembelajaran
  • Pemahaman terhadap sistem evaluasi
  • Pemahaman terhadap pembinaan guru
  • Pemahaman terhadap bimbingan siswa.
3. Prosedur Evaluasi Pembelajaran
Bahwa evaluator dalam evaluasi pembelajaran adalah suatu tim yang mempunyai peran penting dalam memberikan informasi mengenai keberhasilan pembelajaran (Arikunto, 1988:7) yang berhak menjadi evaluator adalah orang-orang yang telah memenuhi berbagai pesyaratan yang ditentukan. Adapun lima tahapan prosedur evaluasi pembelajaran sebagai berikut:
a)        Penyusunan Rancangan
Desain evaluasi pembelajaran berisi hal-hal yang sama dengan yang tertera dalam desain penelitian yakni meliputi latar belakang, problematika, tujuan evaluasi, populasi, dan sampel, instrument dan sumber data serta teknik analisis data (Arikunto, 1988 : 44). Ada beberapa langkah-langkah kegiatannya:
  1. Menyusun latar belakang yang berisikan dasar pemikiran dan atau rasional penyelenggara evaluasi
  2. Problematika berisikan rumusan permasalahan/problematika yang akan dicari jawabannya baik secara umum maupun terperinci
  3. Tujuan evaluasi merupakan rumusan yang sesuai dengan problematika evaluasi pembelajaran
  4. Populasi dan sampel
  5. Instrumen
  6. Teknik analisis data
b)         Penyusunan Instrumen.
Menurut Arikunto (1988 : 88-89) langkah-langkah penyusunan instrumen adalah:
ü  Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun
ü  Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian variabel dan jenis yang akan digunakan untuk mengukur bagian variebel yang bersangkutan
ü  Membuat butir-butir instrumen evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan kisi-kisi
ü  Menyunting instrument evaluasi pembelajaran.
c)        Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dapat diterapkan berbagai teknik pengumpulan data diantaranya adalah sebagai berikut :
1.        Kuesioner yakni seperangkat pertanyaan tertulis yang diberikan kepada seseorang untuk mengungkap pendapat, keadaan, kesan yang ada pada diri orang tersebut maupun diluar dirinya (Arikunto, 1988 : 53)
2.        Wawancara yakni suatu teknik pengumpulan data yang menuntut adanya pertemuan langsung atau komunikasi langsung antara evaluator dengan sumber data.
3.        Pengamatan yakni teknik pengumpulan data melalui kegiatan mengamati yang dilakukan oleh evaluator terhadap kegiatan pembelajaran.
4.        Studi kasus yakni teknik pengumpulan data berdasarkan kasus-kasus yang ada dan didokumentasikan.
d)        Analisis Data
Analisis data dapat dilakukan secara individual dan berkelompok. Apabila data diolah dan dianalisis secara individual maka hasilnya menunjuk kepada seseorang atau suatu keadaan. Sedangkan pengolahan dan penganalisisan secara kelompok , hasilnyta menunjuk kepada suatu bagian data atau keseluruhan.
e)        Penyusunan Laporan
Dalam laporan evaluasi pembelajaran harus berisikan pokok-pokok berikut:
Ø  Tujuan evaluasi, yakni didahului dengan latar belakang dan alasan dilaksanakannya evaluasi
Ø  Problematika berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah dicari jawabnya melalui pengetahuan evaluasi pembelajaran
Ø  Lingkup dan metodologi evaluasi pembelajaran yang dicantumkan di sini adalah unsur-unsur yang dinilai dan hubungan antarvariabel, metode pengumpulan data, instrument pengumpulan data, teknik analisis data
Ø  Pelaksanaan evaluasi pembelajaran
Ø  Hasil evaluasi pembelajaran yakni berisi tujuan pengajaran, tolak ukur, data diperoleh, dan dilengkapi dengan sejumlah informasi yang mendorong penemuan evaluasi pembelajaran sehingga dengan mudah pembuat keputusan dapat memahami tingkat keberhasilan pembelajaran (Arikunto, 1988: 117-118).
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa, selain untuk mengadakan perbaikan. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi hendaknya memperhatikan konsep dasar evaluasi yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Konsep dasar evaluasi yang harus dikuasai oleh pendidik (guru) ataupun calon pendidik (calon guru) adalah pengertian dasar tentang evaluasi, tujuan evaluasi, karakteristik evaluasi, teknik- teknik evaluasi, dan terakhir macam-macam alat evaluasi yang telah diuraikan di atas. Tanpa mengetahui konsep dasar evaluasi seorang pendidik (guru) tidak akan dapat menyusun suatu alat evaluasi. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendasar tentang konsep dasar evaluasi.

3.2    Saran
Dari pembahasan diatas, maka menandakan bahwa evaluasi pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan oleh seorang guru sendirian, namun semua guru. Untuk itu, pemahaman tentang konsep dasar evaluasi dan pembalajaran sangat diperlukan oleg guru demi tercapainya tujuan pembelajaran yang baik, efektif, dan efisisien.


DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
http://yahyanurkan.blogspot.co.id/2015/04/makalah-konsep-dasar-evaluasi.html

Teori-teori Belajar

  1. Teori Belajar Behaviorisme
  2. Teori Belajar Kognitivisme
  3. Teori Belajar Konstruktivisme

Jenis-jenis Belajar

Dalam proses belajar mengajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam. Jenis-jenis belajar antara lain sebagai berikut :
a. Belajar Abstrak
Belajar abstrak adalah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, kimia, kosmografi, astronomi dan juga sebagian materi bidang studi agama seperti tauhid.

b. Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular). Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini latihan-latihan intensif dan teratur amat diperlukan. Termasuk belajar jenis ini misalnya belajar olahraga, musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik, dan juga sebagian materi pelajaran agama seperti ibadah shalat dan haji.

c. Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga, persahabatan, kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan. Selain itu belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proporsional. Bidang-bidang studi yang termasuk bahan pelajaran sosial antara lain pelajaran agama dan pendidikan moral.

d. Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah rasional, lugas, dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight (tilikan akal) amat diperlukan. Dalam hal ini hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, guru (khususnya) yang mengajar eksakta, seperti matematika dan IPA sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah.

e. Belajar Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragama kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis. Bidang-bidang studi yang dapat digunakan sebagai sarana belajar rasional sama dengan bidang-bidang studi untuk belajar pemecahan masalah. Perbedaannya, belajar rasional tidak memberi tekanan khusus pada penggunaan bidang studi eksakta. Artinya, bidang-bidang studi noneksakta pun dapat memberi efek yang sama dengan bidang studi eksakta dalam belajar rasional.

f. Belajar kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuan agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (konstekstual). Selain itu, arti tepat dan positif di atas ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.

g. Belajar apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgement) arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skill), yaitu kemampuan untuk menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu, misalnya aspresiasi sastra, musik, dan sebagainya. Bidang-bidang studi yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar apresiasi, antara lain bahasa dan sastra, prakarya, dan kesenian. Selain itu memungkinkan juga bidang studi agama digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi siswa, misalnya seni baca tulis Al-qur'an.

h. Belajar pengetahuan
Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen. Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan (Syah, 2002 : 124).

http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/jenis-jenis-belajar.html