Thursday, 29 October 2015

 Omong2 tentang Gojek, setau saya tarif flat 10 rb itu hanya promo di awal, yg sampe sekarang masih berlaku. Dan nantinya bakal di ganti dengan distance-based price. Dari situ, seharus nya sudah ga ada masalah di segi cost. Yg jadi masalah nanti nya adalah, apa demand akan tetap saat flatcost tdk ada
Nah ini menarik!
Saat ini di Jakarta, tarif Gojek dihitung Rp2500/km, minimal 6 km = min 15 ribu. Atau flat 15rb diluar rush hours. Di kota-kota lain seperti Bandung alhamdullilah masih 10ribu (kurang tau ini promo sampai kapan sih). Karena saya based di Bandung sementara ambil contoh di Bandung dulu ya.
Ngomongin dari sisi pengguna mahasiswa, budget saya terbatas. Saingan Gojek dari segi transportasi secara general di Bandung itu angkot, which is tarifnya paling 2-3 ribu rata-rata. Saya paling sering pake Gojek ke Freenov yang jaraknya cuman 2km an dari kosan. Kalo ditanya personal, seandainya Gojek di Bandung pake tarif yang sama Rp2500/km dan min 6 km, saya pasti ga akan pake Gojek.
Kita andaikan semua mahasiswa berpikiran seperti saya, jumlah order Gojek pasti turun lumayan signifikan. Itu baru satu segmen pengguna. Diluar pengguna-pengguna oportunis. Saya sendiri expect kalo tarif Gojek udah ga flat, mungkin penurunan ordernya bisa sampai 30-40%.
Nah kalo dibalikin lagi, muncul masalah apakah dengan rate segitu Gojek bisa balikin dana investornya? Kalo iya, berapa lama BEPnya?
Let me hear your though :)
(( Actually ini menarik juga jadi topik TA, bisa dibahas dari segi finance, marketing, maupun decision making.))
Kamu dan 13 orang lainnya menyukai ini
Seorang gadis kecil, melalui jendela rumahnya memandang ke luar ke hamparan panorama alam pedesaan yang menakjubkannya. Ia mencoba memikirkannya tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban. Dia bertanya kepada ibunya "Bu, apa yang tak dapat saya mengerti adalah bagaimana dunia ini menjadi ada seperti apa yang saya lihat." Pertanyaag gadis kecil itu bukan pertanyaan biasa, melainkan pertanyaan yang mendasar. Bila pertanyaan itu dirumuskan secara terpelajar, ia akan terungkap seperti berikut: "Bu, alam semesta iti apa? "Apakah alam semesta itu menjadi ada melalui inside, atau evolusi atau ada yang membuatnya?" Pertanyaan itu menginginkan jawaban yang berkualifikasi klausa pertama. Bahwa gadis kecil itu mengajukan pertanyaan termaksud menunjukkan bahwa ia berpikir reflektif. Dengan kata lain, pertanyaan gadis kecil ini menunjukkan bahwa ia berfilsafat.

Kebanyakan anak menerima begitu saja dunia seperti apa adanya tanpa mempersoalkannya; kebanyakan orang dewasa pun juga demikian. tetapi ada sejumlah anak dan sejumlah orang dewasa yang terus menerus berpikir mendalam dan reflektif; mereka heran sekaligus ingin tahu mengenai: dunia ini apa, bagaimana terjadinya, terbuat dari apa, untuk apa dunia ini ada. Bila heranannya mulai menjadi serius dan menggerakkan dirinya untuk menemukan informasi yang sistematis, mereka adalah filsuf.